English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BM
PASANG IKLAN DI SINI CUMA Rp.150.000/Tahun

Senin, 12 September 2011

Batas Huma

Karya: Miki Hermanto
Tahun: 2011
Pagi itu sebelum ayam membangunkan tuannya Aluy sudah bangun menyiapkan pisuk (penyadap karet), selesai sarapan ia lalu pergi meninggalkan rumahnya menuju kebun karetnya yang memang tidak jauh dari rumahnya, maklum aluy tinggal dikampung. setiap hari aluy melakoni pekerjaannya sebagai petani karet. aluy tidak sendirian bekerja sebagai petani karet tapi semua penduduk dikampungnya adalah petani karet.
dalam perjalanan aluy menyulut rokok kreteknya lalu diselipkan di antar bibirnya yang kering itu, aluy membatin dalam hatinya "huh, andai saja aku dilahirkan dibelahan dunia lain mungkin tidak seperti ini" lamunan aluy melayang jauh ke negara-negara maju yang banyak gedung-gedung tinggi yang biasa ia lihat di TV tetangga. aluy terus melangkahkan kakinya. sesekali ia memukul nyamuk yang hinggap dipunggungnya, lampu senter yang ia genggam terus menyala menuntun aluy menyusuri jalan setapak menuju kebun pekaknya pagi buta tak sepekat hati aluy kala itu.betapa tidak anak-anak seusianya seharusnya bercengkrama bersama teman-temannya di sekolah. tapi tidak untuk aluy, usianya yang kini baru beranjak 15 tahun harus dihabiskan bersama air latek (air karet) dan bau busuk karet jahanam itu. belum habis rokok kreteknya aluy sudah tiba di kebun, lalu ia mulai menyambangi pohon karet satu demi satu. menyelang siang sadapan aluy sudah selesai, lalu ia pulang kerumah..

*****
"nyadap ga tadi luy" tanya tabab membuyarkan lamunan aluy
"nyadap" jawab aluy singkat.
lalu tabak menyodorkan rokok ke hadapan aluy, tanpa di perintah aluy langsung menyambar bungkuran rokok dari tangan tabab.
"apa sich yang kamu pikirkan jang?" tanya tabab pada aluy sahabatnya itu.
"gimana ya rasanya sekolah, aku lihat orang-orang yang sekolah di TV kayaknya enak ya bab.."
tabab yang ditanya berpura-pura mikir, lalu menjawab " iya nyaman lah jang, ndak perlu nyadap karet kayak kita ini, mereka itu setiap hari megang bolpen, trus kita yang di pegang penyadap". lalu keduanya terdiam, entah apa yang kedua remaja itu pkirkan. mereka saling bersenandung dengan khayan masing-masing
"aku pengen sekolah sebenarnya bab" kata aluy membuka kembali keheningan itu
"udahlah jang janngan berharap yang tidak mungkin, sekolah itu mahal, jauh lagi dari kampung kita ini"
"ndak bah jang, aku cuma pengen aja kok, nuan tenang jak aku ndak bakalan sekolah bah" jawab aluy sambil tersenyum menatap sahabatnya.
"yang penting kita udah bisa nulis nama sendiri aja udah cukup koq" sambung tabab yang hanya sempat sekolah sampai kelas 2 SD itu.
sementara itu ayah aluy sedang sibuk membelah kayu bakar yang ia bawa tadi dari kebun karet. suara kampak memecahkan keheningan kampung itu, kicauan burung seolah-olah memberi semangat hidup pada seisi kampung. sesekali terdengar suara anak-anak tertawa riang bermain dibawah teriknya matahari siang itu.

****
Hari mejelang sore suasana kampung telah sunyi senyap lebih mencekam dari zaman perang, kalian tahu kenapa? karna kampung aluy tidak ada penerangan listrik hanya lampu minya yang menerang rumah. kalaupun mau nonton TV harus kesana kerumah Toke cina dan harus berjalan kaki tidak kurang dari 30 menit lamanya.
aluy terlihat sibuk menyulup lampu minyak lalu disimpannya di ruang tamu, lalu ia memilah-milah pakaian yang telah dicuci lalu ia masukkan ke dalam keranjang pakaian.
"makai luy" panggil mama aluy pada anaknya
"iya ma" jawab aluy singkat, aluy lalu pergi kedapur untuk makan malam. tidak ada hidangan istimewa hanya nasi putih dan sayur hutan yang menjadi menu makan malam.
selesai makan malam aluy dan kedua orang tuanya duduk-duduk menikmati malam di ruang tamu.

Bersambung

0 komentar:

Posting Komentar

buat pengunjung yang ingin memberi komentar namun tidak memiliki akun silahkan gunakan ANONIM, Trima kasih

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More